Scriptake: Bajak Laut dan Mahapatih

Scriptake

Buku Bajak Laut dan Mahapatih adalah buku pertama yang saya beli di 2019. Semenjak lebih menyukai buku berbahasa asing dan berkenalan dengan netgalley, saya jarang sekali beli buku. Tapi begitu tahu dari Instagram penulisnya jika versi ebooknya sudah release, saya langsung gercep menuju Playstore.

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, tidak banyak buku berbahasa Indonesia yang saya suka dan saya bela-belain untuk beli. Salah satu penulis tanah air yang tulisannya saya ikuti, baik di blog atau artikel parenting, adalah Adhitya Mulya. Perkenalan saya dengan penulis satu ini dimulai dengan buku Jomblo dan Gege Mengejar Cinta. Love those books karena ceritanya ringan dan takaran komedi yang pas.

Setelah membaca salah satu karya terbaik beliau di Sabtu Bersama Bapak, saya menantikan breakthrough apalagi yang akan ditawarkan. Lalu terbit buku Bajak Laut dan Purnama Terakhir yang membuat saya semakin salut sama insinyur satu ini. Menulis komedi aja susahnya minta ampun, kali ini Adhitya datang dengan novel komedi berlatar belakang sejarah. Selang tiga tahun dari Bajak Laut dan Purnama Terakhir, muncul sekuel yang tidak saya sangka; Bajak Laut dan Mahapatih yang akan saya review.

The Book

Jaka Kelana dan Mahapatih dibuka dengan secuil kilas balik cerita di buku sebelumnya, tentang seorang perompak (Jaka Kelana tentunya) yang sukses membunuh naga, sehingga namanya dan nama kapalnya dikenal di seantero pelabuhan serta dijadikan buronan kumpeni. Jaka Kelana dan tim Kerapu Merah memiliki bounty yang sangat besar, sehingga banyak diburu oleh pendekar maupun perompak. Oleh karena itu, Jaka harus sangat berhati-hati ketika bersandar dan mencari pekerjaan di pelabuhan.

Jaka Kelana, diceritakan sebagai kapten kapal yang sangat percaya pada dewa ganteng, merupakan sosok pinpinbo alias pintar-pintar bodoh. Keputusannya kadang sangat absurd dan bahkan sering dipertanyakan oleh awak kapalnya, tapi anehnya dia selalu selamat. Kali ini petualangan yang dijalani Jaka berkaitan dengan legenda Mahapatih alias Patih Gajahmada.

Mengambil latar kerajaan Mataram, Jaka Kelana bertemu seorang putri bernama Zubaedah dan pengawal pasutri yang ingin mengambil keping emas dari mahkota Raja Mataram. Jaka, yang membutuhkan uang banyak demi mempersunting Galuh si wanita idaman, memutuskan untuk membantu karena dijanjikan bayaran tinggi. Jaka menyanggupi meski harus kembali ke Mataram dimana Jaka sangat dibenci karena berhasil mencuri dari istana di buku sebelumnya.

Di Kerajaan Mataram, Tumenggung Wirakrama yang baru saja dilantik menerima banyak ‘warisan’ dari Tumenggung Rahmat, pendahulu Wirakrama. Selain rajah bhayangkara, Wirakrama menerima sebuah buku harian milik Mada, anak Pulau Buton. Buku harian itu menceritakan kisah Mada, sebelum menjadi Patih yang terkenal dengan sumpah Palapa. Diceritakan juga asal-usul nama Gajah Mada, hingga latar belakang Sumpah Palapa. Namun, buku harian itu juga menyimpan sebuah rahasia penting. Rahasia yang harus dijaga, apalagi dari orang-orang yang tamak.

Jaka Kelana, yang saat sampai di Pelabuhan Mataram ditinggalkan oleh awak kapalnya, ternyata dijebak oleh Zubaedah. Dia tidak membutuhkan bantuan Jaka untuk mencuri, namun ingin menukar Jaka dengan keping emas pada Sultan Mataram. Sultan, yang selain harga dirinya terluka karena Jaka berhasil mencuri pada waktu lalu, juga membutuhkan uang tangkapan Jaka dari kumpeni akhirnya menyerahkan keping emas di mahkotanya.

Tumenggung Wirakrama alias Wira berusaha mencegah Sultan Mataram karena mengetahui rahasia di balik keping emas, tapi Sultan tetap bersikeras dan malah memerintahkan Wira untuk menghukum Jaka sebelum memberikannya ke Kumpeni. Wira pun dihadapkan pada dua pilihan, mengejar Zubaedah demi keping emas, atau mematuhi titah Sultan?

My Take

Pada dasarnya saya memang suka novel berlatar sejarah, karena kelas dua SMP dulu sempat punya guru Sejarah yang kalo ngajar kayak ngedongeng. Saya juga jadinya suka banget sama sejarah, apalagi sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Bajak Laut dan Mahapatih ini menawarkan genre baru di novel berlatar sejarah. Biasanya novel berlatar sejarah dipenuhi dengan drama soal tahta atau romansa, namun kali ini Adhitya dengan luwes memadukan drama, aksi dan komedi.

Review Bajak Laut dan Mahapatih
Romansa dalam Buku

Porsi drama didapat dari gambaran hidup Gajah Mada, aksi dari beragam adegan pertarungan dan komedi didapat dari dialog yang dengan renyah dilontarkan Jaka dan kru Kerapu Merah. Membaca buku ini seperti naik rollercoaster, lengkap semua ada disini.

Supaya tidak mengaburkan mana Fakta dan Fiksi, Adhitya pun memasukkan lembaran Fakta vs Fiksi sebagai appendiks. Informasi ini sangat saya apresiasi supaya ngga bikin bingung atau justru jadi cocoklogi.

Hal lain yang saya suka dari buku ini adalah ilustrasi yang dimasukkan dalam buku, sehingga lebih mudah memvisualisasikan adegan dan para karakternya. Ada ilustrasi di setiap pembuka dan penutup bab menjadikan buku ini sedap dipandang mata.

Hanya ada satu hal yang membuat saya kehilangan. Footnote khas Adhit. Biasanya di novel-novel terdahulu banyak footnote yang bisa bikin kita ketawa-tawa tapi di Bajak Laut dan Mahapatih ini jarang saya temukan. Footnote yang ada kebanyakan berisi dry facts dari istilah-istilah yang digunakan Adhit.

Well, meskipun demikian saya tetap merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Novel ini adalah bacaan yang menyenangkan, pas buat hiburan di akhir pekan!

Review Buku Bajak Laut dan Mahapatih

Buku Bajak Laut dan Mahapatih tersedia dalam bentuk fisik dan digital. Untuk buku digital dapat diakses melalui playstore seharga Rp.66.000

‘See you on the next post.

  • June 25, 2019
  • 16