The Paper Magician Review

Apa buku fantasi bertema sihir yang paling kamu suka? Saya sih pasti Harry Potter. Berbicara cerita yang berhubungan dengan sihir saya pasti langsung terbayang tentang mantra sihir (Alohomora, Stupefy, atau Riddikulus!), ramuan (Draught of Living Death, atau Felix Felicis), dan tentu saja tongkat sihir (Holly and phoenix feather). Semua yang saya sebut adalah hal yang ada di dunia Harry Potter.

Ketika memutuskan untuk membeli The Paper Magician, saya sudah membayangkan akan bertemu lagi dengan pernak pernik sihir ala Harry Potter. But I was totally wrong. Magic in the Paper Magician is not the same magic we knew in Harry Potter. It is a different concept entirely.

The Book

The Paper Magician bercerita tentang Ceony Twill, lulusan terbaik Tagis Praf, sebuah sekolah yang menyiapkan murid-muridnya menjadi magician, dan perjalanannya melakukan apprenticeships dengan seorang Folder, Magician Emery Thane. Awalnya Ceony tidak ingin menjadi seorang Folder, alias magician yang menyalurkan keahliannya dengan medium kertas. Namun dia tidak memiliki pilihan karena itulah yang diputuskan oleh kepala sekolahnya.

(Baca Juga: Review Buku The Secret of Happy Families)

Keengganan Ceony kemudian berubah menjadi penasaran dan ketertarikan. Selain dari pribadi Emery Thane yang mysteriously cute, ternyata banyak hal yang bisa dilakukan oleh Folder. Bikin hewan peliharaan dari kertas? Bisa. Bikin ilusi? Bisa.

Sayang, pas mulai jatuh cinta dengan pelajaran kertas ada seorang excessioner yang menerobos rumah tempat Emery dan Ceony tinggal. Dan petualangan Ceony dengan aliran sihir terlarang yang memanipulasi darah dan badan manusia pun dimulai.

Sang Excessioner, Lira, yang menerobos masuk rumah kemudian mengambil hati Emery. Secara literal ya, jadi memang beneran jantungnya diambil. Ceony yang panik, kemudian membuat replika jantung dari kertas sambil menunggu Magician lain datang.

Setelah tim Criminal Affair datang bersama dengan kepala sekolah Ceony, Ceony makin gusar karena menganggap bahwa mereka terlalu lama dalam merencanakan operasi penyelamatan. Sedangkan Emery hanya punya waktu 2 hari saja.

Tanpa pikir panjang, Ceony langsung mencari Lira menggunakan ilmu yang baru seadanya. Saat bertemu Lira, Ceony malah jatuh ke dalam perangkap jantung Emery. Secara literal.

Well, Ceony berjalan menelusuri 4 bilik jantung Emery yang mostly berisi kenangan sambil dikejar oleh Lira. Mulai dari Emery kecil, pendidikan dia di Tagis Praf, sampai pernikahannya dengan Lira. Yep, surprise surprise, Lira adalah mantan istri Emery.

Long story short, Ceony akhirnya keluar dari jantung Emery, dan mengalahkan Lira dengan merapal mantra yang membuat Lira jadi batu.

Setelah itu? Ceony kembali dengan Jantung Emery. And they live happily ever after. Not. Karena sebagai bridging untuk buku kedua, harus ada akhir yang menggantung kan? ?.

My Take

Sebetulnya saya punya mixed feeling soal buku ini. There’s part that I love, there’s part that I hate.

Mari kita mulai dengan yang disukai dulu!

? The making of new world.

Membuat satu sistem baru, even in fiction, is hard. Sejauh ini, buku dengan tema sihir yang saya baca biasanya menyebutkan bahwa komunitas sihir adalah komunitas rahasia meski hidup berdampingan dengan komunitas non sihir.

The Paper Magician tells magic differently. Sihir disebut sebagai kemampuan yang bisa dipelajari. You don’t need any special genetic code to learn magic.

? The fast-paced plot

Saya suka jika konflik mulai disajikan setidaknya di sepertiga awal novel. Suka keburu ngantuk soalnya kalo ngga dapet yang greget-greget gimana gitu, apalagi novel bergenre fantasi.

Konflik di novel ini disajikan from the very first page. Soal keengganan Ceony belajar ilmu kertas, ketidaksukaan Ceony dengan Emery sampai konflik utama Ceony vs Lira.

? Emery Thane’s personality

Typical ya, tapi gimana dong. I love Emery’s personality yang cuek tapi perhatian, geeky, and of course has flaws.

I’m sorry but I’m a romance junkie, dan kepribadian Emery ini memang jebakan banget buat wanita macem saya.

On to the bad part

? The Setting Contradiction

TPM Mengambil setting di Inggris tahun 1900an, tapi saya ngga bisa merasakan suasana 1900an sama sekali. Selain itu bukankah hidup satu atap beda kelamin tanpa relasi kayaknya masih frowned upon di jaman itu. Then why, setting tempat harus di rumah Emery Thane?

? Ceony Personality

Ceony terlalu impulsif. Dan tindakannya untuk menjadi pahlawan terlalu maksa. Tanpa perencanaan matang. Awalnya malah ilfil banget karena Ceony keliatan sombong.

Tokoh protagonis ini juga terlalu sempurna. Udah mah punya photographic memory yang bikin dia pinter dan seems effortless buat meraih hasil yang dia mau, pinter masak dan rajin. Is there anything that she can’t do?

The biggest one? I think she fall in love waaaaay to quickly. Kenapa ngga naksir-naksir dulu aja ye kan? Growing infatuation dulu sebelum declaring that she’s falling in love with Emery?

?

Well, that’s my take on the book. Final verdict? Give this 3 out 5.

Buku ini mungkin ngga ada di list re-read, tapi lumayan bisa membuat saya membaca seri triloginya. Karena penasaran dan butuh bacaan ringan. Next time, saya review 2 buku di seri Magician yang tersisa ya.

See you,

  • February 22, 2018
  • 1