Dua Sisi Layanan Kesehatan Digital

Saat ini dunia teknologi informasi semakin berkembang. Inovasi yang dipikir akan lebih memudahkan manusia bermunculan terus menerus. Lima tahun lalu, pernah terpikir ngga kalo belanja kebutuhan rumah saja tinggal pakai handphone, klik ina ini itu, bayar dan tunggu barang sampai di rumah? Kemudahan berbasis teknologi ada di sekitar kita, tidak terkecuali di bidang kesehatan.


Sebuah inovasi biasanya ada pro dan kontra, ada sisi negatif dan positif. It’s expected because innovation usually disrupt the norm. Saat ini teknologi informasi di bidang kesehatan bukan hanya soal digitalisasi rekam medis pasien yang dimiliki masing-masing rumah sakit, tapi sudah merambah ke konsultasi dengan dokter secara online. Ngga perlu pergi ke tempat praktek dokter, ngga perlu antri, cukup diam di rumah, hubungi dokter via teks , telepon atau bahkan video call, voila..kita bisa konsultasi dan bahkan mendapatkan resep.



Emang ada ya? Iya. Sebut saja Halodoc, alodokter, atau layanan konseling online seperti riliv.

Sisi positifnya dari aplikasi semacam ini adalah kita mudah sekali berkonsultasi dengan dokter dan tidak mahal (bahkan bisa gratis). It feel that you have your own doctor in arms length. Ngga bisa lagi ada alasan malas ke dokter, malas antri, malas macet-macetan atau biaya dokter mahal. Lha wong uda praktis banget-banget. Malah ada aplikasi yang menggratiskan layanan konsultasi dokter, yang tanpa kode gratis pun biayanya cukup terjangkau.

Selain itu ngga perlu merasa sungkan untuk berbicara dengan para ahli kesehatan ini. Karena kadang-kadang kita kan udah jiper duluan mau ngomong apa sama dokter. Nah dengan konsultasi nir tatap muka ini kita bisa bertanya tanpa sungkan.

Tapi bagaimana dengan sisi sebaliknya? Ada negatifnya kah? Atau ada yang kontra?

Saya pikir masih banyak dokter yang tidak setuju dengan konsultasi tanpa tatap muka.

Kenapa saya bilang demikian? Ada tiga kejadian yang saya alami sendiri; seorang dokter penyakit dalam di ibukota mengernyitkan kening ketika saya bilang bahwa saya konsul mengenai penyakit kronis saya ke dokter spesialis lain via online; yang kedua, dokter selebgram memilih untuk tidak berkomentar ketika saya follow up pernyataannya yang tidak mau melakukan konsultasi online karena bertentangan dengan kode etik dan perundangan, yang ketiga adalah pernyataan seorang dokter saat saya wawancara mengenai aplikasi kesehatan bertahun lalu yang menyatakan bahwa layanan konsultasi dalam aplikasi akan mudah sekali disalahgunakan atau bahkan bisa terjadi salah diagnosa.

Hmm, memang sih dalam konsultasi online yang menjadi sumber diagnosa dokter hanya berdasarkan pengakuan pasien, tidak ada pemeriksaan fisik. Makanya potensi misdiagnosa memang bisa jadi besar. Yang kita ke dokter secara langsung aja, misdiagnosa bukan tidak mungkin terjadi.

Selain itu payung hukum yang melindungi baik dokter ataupun pasien rasanya belum ada. Apalagi kalo sudah meresepkan obat, bisa saja disalahgunakan.

Hal lain yang mungkin bisa membuat kita agak sebal adalah interaksi yang membuat kita harus menunggu beberapa saat untuk mendapatkan respons. Saat melakukan konsultasi online, bukan tidak mungkin dokternya langsung membuka konsultasi dengan beberapa pasien. Apalagi butuh waktu juga kan untuk mengetik respons, belum kalo ternyata jaringan bermasalah.

Saya juga ngga tau apakah aplikasi kesehatan ini menyimpan medical records pasien yang berkonsultasi dengan mereka atau ngga dan apakah bisa diakses oleh dokter yang bersangkutan atau tidak. Karena ketika berkonsultasi secara online, saya sih biasanya ngga terlalu memilih dokter, jadi siapapun yang sedang available. Jadi bukan dokter yang pernah menangani saya sebelumnya juga gapapa. Di sisi pengguna alias pasien memang ada history-nya sih, tapi ngga tau bisa diakses dokter atau ngga.

Pro dan Kontra Penggunaan Aplikasi Kesehatan

Nah dengan pro kontra ini apakah artinya kita tidak memerlukan aplikasi kesehatan? Menolak dengan keras konsultasi via online? Tentu saja tidak. Jangan takut dengan perkembangan teknologi dong, ya kan? Apalagi dari sisi pasien yang merasa dimudahkan, saya sangat mendukung konsultasi online melalui aplikasi kesehatan ini. I’ve been using the apps since 2 years ago and it helps tremendously. Hanya tentunya ada yang harus dipertimbangkan ketika menggunakan aplikasi kesehatan ini, khususnya dalam konsultasi dengan dokter.

Tips Menggunakan Aplikasi Kesehatan

Apa tipsnya?

  1. Memahami momen. Tahu kapan kita bisa berkonsultasi secara online, dan kapan kita harus konsultasi secara fisik alias langsung ke dokter. Untuk hal-hal yang sekiranya gawat ya jangan konsultasi secara online, misal ketika anak kejang, atau dehidrasi, ya jangan konsultasi secara online, tapi langsung ke UGD. Tapi jika untuk pertolongan pertama, mengkonfirmasi dugaan tanpa ada sesuatu yang gawat, second opinion dan juga untuk menenangkan hati bolehlah via online. Misalnya, anak demam tapi tidak ada tanda dehidrasi, bisa tanya-tanya di aplikasi.
  2. Berbicara jujur sesuai gejala, jangan dilebih-lebihkan maupun jangan dikurang-kurangi untuk meminimalisir kesalahan diagnosa.
  3. Caution is needed, jangan karena merasa sudah konsultasi secara online jadi ngga mau konsultasi secara tatap muka.
  4. Mengatur ekspektasi. Ketika kita berkonsultasi dengan dokter, kita biasanya mengharapkan ada obat yang diresepkan. Nah dalam konsultasi online, dokter tidak serta merta meresepkan obat karena mereka juga harus hati-hati kan? Jadi kadang yang kita dapatkan adalah tips kesehatan atau rujukan untuk konsultasi langsung ke dokter spesialis.



Kapan biasanya saya melakukan konsultasi online? Biasanya pas ada gejala yang cukup menganggu tapi belum parah-parah amat, atau pas saya bingung harus ke dokter spesialis apa, tapi kalo ke dokter umum dulu kok rasanya kagok. Oh saya juga pernah sih konsultasi online karena sudah tau diagnosanya dan hanya butuh jenis obat lain. Karena saking lama mengidap penyakit tersebut, jadi yang dibutuhkan hanya kira-kira obat apa lagi yang bisa saya coba.

Layanan kesehatan digital lain yang pernah saya coba adalah layanan konseling dan jasa beli dan antar obat. Untuk beli dan antar obat ini cukup mudah, bahkan sudah bekerjasama dengan beberapa rumah sakit juga sehingga setelah kita konsultasi dengan dokter, kita ngga perlu menunggu di bagian farmasi, tapi bisa langsung bayar dan menunggu obat diantar.

Next saya akan tulis pengalaman menggunakan layanan kesehatan digital ini, ya.

See you,

  • April 9, 2019
  • 18