Screening ke Dokter Fetomaternal

Setiap kehamilan membawa cerita yang berbeda-beda. Tak terkecuali kehamilan kali ini. Kehamilan saya jatuh pada kategori kehamilan beresiko tinggi, selain karena janin kembar juga karena riwayat konsumsi obat methotrexate yang bisa membawa resiko besar pada janin. Oleh karena itu saya sempat berkali-kali periksa ke dr. Liva di awal kehamilan.

Sesuai dengan arahan dr. Liva dan sudah direncanakan dari kali kedua saya ketemu beliau, bahwa saya akan melakukan screening trimester 1 dengan dokter fetomaternal. Saat hamil cici F, saya melakukan USG 4D ketika kehamilan menginjak usia 7 bulan. Namun, saat hamil aa F, saya tidak melakukan USG 4D atau konsul ke dokter feto karena memang tidak ada indikasi apa-apa. Lagipula saat itu saya merasa periksa dengan USG 2D dengan dr. Liva juga sudah cukup karena keterangan dari dokternya sangat lengkap.

Saya kemudian dirujuk ke dr. Aria Wibawa di Klinik Gulardi Jl. Kimia. Saat itu saya membuat janji satu minggu sebelum kedatangan, untuk memastikan bahwa kuota pasien belum penuh. Saya senang dengan pelayanan di Klinik Gunardi karena H – 1 ada reminder appointment dan pada hari H pun diberitahu jika dokter sudah datang. Sayangnya parkirannya kecil jadi agak kesulitan untuk parkir apalagi pasien di Klinik Gulardi juga lumayan banyak.

Setelah menunggu sekitar 3 jam, akhirnya saya bisa bertemu dengan dr Aria untuk melakukan screening. Proses screening berjalan seperti pemeriksaan kandungan biasa. Kami diperlihatkan perkembangan jantung janin, otak, termasuk bagian leher dan hidung. Bagian leher ini biasanya jadi indikasi ada kelainan atau tidak, pun tinggi hidung juga diberi tahu.

Alhamdulillah semuanya normal. Dari usia HPHT harusnya hamil 14 minggu, tapi menurut USG, janin sesuai usia kehamilan 13 minggu. Saya sih senang kalo ternyata mundur 1 minggu karena berarti exposure MTXnya ngga lasting ke masa kehamilan. Dari dr. Aria pula saya diberi ketenangan jika konsumsi MTX secara oral lebih aman untuk janin, beliau tidak menemukan kasus dimana ada janin terdampak karena MTX secara oral apalagi di masa pre conception. Beda halnya jika diberikan secara injeksi.

Di masa pemeriksaan, dr. Aria sempat menanyakan untuk apa sih USG screening seperti ini, karena beliau berpikir jika USG screening di TM1 ini kadang membawa lebih banyak efek negatifnya apalagi jika diketahui ada kelainan.

Menurut saya, dengan kasus seperti saya yang memang ada faktor resiko, USG screening ini patut dilakukan. Malah lebih penting dibanding USG 4D. Kenapa? Untuk menyiapkan mental apapun hasilnya. Dan jujur saja, USG screening ini juga dilakukan untuk diskusi tindakan intervensi jika ada hasil yang negatif.

Saya lebih suka diberikan informasi secara jelas di awal, jadi kita tahu apa resikonya. Mungkin ini juga yang buat saya dan L cocok sama dr. Liva. We talk much about the me and my babies condition without sugar-coating. I need to know the worst case scenario to prepare my best condition.

USG screening ini dilakukan di minggu ke 12-14 dan satu kali lagi di usia 20 minggu-an untuk mengetahui organ minor. Waktu itu, dr Aria bilang jika boleh saja untuk dirujuk lagi ke dr Aria atau jika dr. Liva sudah bisa mendeteksi di dr Liva juga cukup. Kemarin sih saya tetep di dr Liva karena memang bisa langsung terlihat dan Alhamdulillah normal semuanya.

Berapa biaya pemeriksaan di Klinik Gulardi? Saya kemarin membayar Rp. 1.000.000 karena bayi kembar. Dapat satu map berisi foto USG twinnies dan surat balasan dr. Aria untuk dr. Liva.

Saat paragraf terakhir ini ditulis, usia kehamilan sudah berusia 22 – 23 minggu. Well, 17 – 18 weeks to go.

See you on the next post,

  • September 4, 2020
  • 9