Wrapping Up 2021

Yeay, sudah tiba di penghujung tahun dan hasrat untuk melakukan kilas balik sudah ada sekarang. Padahal biasanya saya adalah tipe yang menulis  review tahunan di tahun setelahnya. Tapi sekarang, mungkin karena akhir tahun yang ngga kemana-mana dan ngga ada perubahan besar, jadi bisa dan mau mulai menulis sekarang. Meski ya, tetep aja selesai di minggu kedua Januari 2022.

Meski secara resmi menjadi ibu beranak 4 di penghujung tahun 2020, tapi baru bisa mencerna semuanya tahun ini. Baru berasa di tahun ini.  Mari melihat kembali apa yang sudah dilalui di tahun 2021. 

Bagaimana rasanya menjadi ibu beranak empat? Saya sempat berpikir untuk menulis tema ini beberapa waktu lalu, tapi kemudian idenya lenyap entah kemana. In short, being a mom of four is tiring, but it’s fun. Untungnya saya punya support system yang cukup solid, meski tetap saja berganti nannies setelah beberapa waktu. Ada yang kerjanya ngga ok, ada yang disuruh pulang suami lalu ngga balik lagi, dan lain sebagainya. 

What is the biggest challenge of being a mom with four kids? Menyeimbangkan waktu. Bagaimana caranya agar anak-anak merasa tetap diperhatikan dan tetap dicintai tanpa terbagi. It’s a difficult challenge

Twinnies F yang punya kondisi khusus cukup menyita waktu, pikiran dan perhatian on their first few months. Bolak-balik RS dan dokter untuk tes ini itu lalu dilanjut terapi membuat saya kadang ngga punya energi untuk quality time sama Cici F dan Aa F. Belum lagi kan pengasuh lama  sempat keluar, serta cici dan Aa yang sempat kurang terperhatikan meski ada 3 mba di rumah. Jadi rasanya campur aduk antara tes kesehatan, managing household, main sama anak-anak, waktu untuk pasangan, sampai waktu untuk diri sendiri. Belum saat sudah kembali kerja. Looking back it was so hectic. Malah ada beberapa waktu dimana saya masak sendiri karena mba di rumah masakannya kurang pas di lidah. 
Untungnya pengasuh lama kembali pasca lebaran. Meski harus diakui masa masa cuti lebaran adalah masa tersibuk. 

Lebaran tahun 2021, saya ngga mudik lagi karena PPKM daan gimana caranya pulang ke Puncak dengan macet-macetan sambil bawa 2 bayi dan 2 balita? Di mobil pun orang dewasanya cuma saya dan L yang nyetir. Udahlah, kibarin bendera putih duluan aja itu mah.

Di rumah pun, honestly, saya cuma megang bayi dan anak-anak. Beberes rumah? L. Nyapu ngepel? L juga.  Masak? GoFood. Hahaha. Alhamdulillah, pas mau lebaran keluarga adiknya L  pada ke rumah dan lebaran di rumah juga, jadi ada yang bantuin Mama L masak. 

Cici F masuk TK tahun ini, usianya yang nanggung karena lahir di tengah tahun, membuat saya sempat bingung mau masuk TK A atau langsung TK B saja. Akhirnya setelah diskusi dengan L, baca-baca literatur dan berpikir ulang, akhirnya cici F masuk TK A saja, dan akan masuk SD usia 7 tahun nanti, seangkatan sama adik sepupunya yang selisih 1 tahun. Dari yang aku lihat sekarang sih, Cici F sudah cukup mandiri, mandi dan makan sudah sering sendiri, belajar online pun sebenernya sudah bisa sendiri.
Secara akademik, saya melihat Cici F sudah cukup mahir cuma kurang rajin saja, persis seperti saya, dan dia bisa jadi ngga mood ketika ngga bisa melakukan sesuatu. Alih-alih mencoba lebih suka ditinggalkan, resiliencenya masih harus dilatih. Tapi yang ini tidak seperti saya kok. Haha. 

Gimana dengan aa F? Secara pertumbuhan, aa F termasuk bongsor. Nyaris speech delay, karena kosakata di usia 2 tahun masih sedikit. Perintah ngerti sih, tapi kadang masih bahasa planet, belum lagi masih ngeces juga. Dibawa ke dokter anak sih katanya masih ok, kalo mau ya terapi oromotor aja buat ngilangin ngecesnya. Alhamdulillah, saat usia 3 tahun udah ngomong banyak, bisa cerita dalam 2 -3 kalimat meski pronounciationnya kadang belum jelas.  

Sempet khawatir dia buta warna, karena pas dikenalin warna tuh dia masih meleng, salah terus. Antara hijau atau kuning terus-terusan. Tapi ternyata, sekarang dia yang bilang “Ma, ini kuning” atau ” Ma, ini merah”. Menghitung juga dia bukan sekedar hapal, tapi memang tau konsep hitung. Alhamdulillah.

Twins, hmm. Pertumbuhannya Alhamdulillah bagus. BB lahir 2,3kg dan 1,9kg tapi saat usia 1 tahun sudah 9,4kg dan 9,2kg. Sempat faltering di bulan pertama, tapi alhamdulillah bisa terkejar meski sering di kenaikan minimum. PDA di Fi sudah non signifikan dan akan kontrol ulang saat usia 18 bulan. Meski secara perkembangan lebih lambat dari anak seusianya, tapi masih ngga terlalu lambat. Terapi itu tidak sia-sia. Sampai saat ini kita masih terus stimulasi di rumah biar bisa segera catch up.

Tahun 2021 juga menginjak 6 tahun pernikahan dengan L. I admit that we grow stronger and more solid. Tahun ini ngga ada pertengkaran berarti karena mungkin udah sama-sama tau dan mau memahami gaya komunikasi masing-masing. 

Dari sisi pribadi I feel like I don’t achieve much this year. Apalagi kalo bercerita tentang membaca dan menulis. Hanya menuntaskan 4 buku dari target 12 buku. Menulis blog pun hanya beberapa post saja.

Looking at the down side, there’s a mentally unstable period in the middle of the year. The emptiness, forgetting how to feel happy, comes attacking when I just passed thru another life turbulence.

I tried journaling. Writing anything passed in my mind, all train of thoughts, all good and bad vibes is handwritten to a yellow book. But it didn’t help. It made me angry, resentful, and bitter.

I tried coloring. Playing with color. Didn’t help. I felt more empty when I use the pencil to give the picture some colors.

I knew I need help. Went to do online consultation but the response is not satisfactory for me. The psych belittled one of my trigger, talked too much about her success with adolescent patient, and urge me to have sunbathing and exercise.

Then I went for another self help route. I choose to forgive the trigger and let go with keep repeating “none of my business” in my head. It worked.

Mari kita tulis the upside view. I feel I gain more knowledge this year. Bukan hanya karena proyek di kantor padat merayap setelah saya kembali dari maternity leave. Tapi karena ada jurnal kesehatan yang saya baca agar saya bisa optimal dalam membersamai twins. Ada kurikulum sekolah cici F yang memaksa saya belajar kembali agar makin bisa mengajarinya. Ada aa F, anak lelaki kami satu-satunya yang melankolis dan saya harus mengingatkan diri saya sendiri agar terus memvalidasi emosinya.

Dari sisi karier, I’ve been challenged to take more responsibility, to step up the game and be involved in regional areas. I am taking a baby steps in organizing and planning it now. Pun day-to-day responsibilities saya di kantor, cukup meningkat. Sempet bikin saya pusing juga sebenarnya. But it’s exciting.

Meski di awal tahun sempat kalut ketika tahu diagnosa twins, tapi saya merasa lebih optimis. I feel very grateful when they reach their milestone. But the most thing I feel very grateful for is because they alive and well.

Tahun 2021 ini, kami ngga pergi kemana-mana. Meski Cici F dan aa F sudah pergi lagi untuk grocery shopping, twins cuma keluar untuk terapi, twins become the most sheltered kids at home. Ngeri soalnya kalo dibawa keluar.

Well, tahun ini saya menemukan guilty pleasure baru, tentu saja bukan lagu Melayu Zinidin Zidan atau Koplo Boso Jowo, itu mah sudah masuk taste musik ekletik saya sejak entah kapan. Saya menemukan AU stories di Twitter. Lumayan untuk saya melepas penat sebelum tidur. For a romance junkie who can’t commit to finish one book yet, AU is very entertaining.

Jika tahun 2021 diberi nama, maka saya akan menerimanya sebagai tahun penerimaan. The year of acceptance. Menerima keluarga saya bagaimanapun kondisinya, menerima kenyataan, keterbatasan dan apa yang saya punya dalam memaksimalkan kehidupan.

Here’s hoping to a better 2022!

  • January 11, 2022